Hari Kemerdekaan RI ke 69, masihkah kita bermimpi?
Bertambah lagi
umur negara kita yang tercinta ini, tanah tumpah darah kita. Sang Saka Merah Putih berkibar dengan gagahnya di seluruh pelosok Indonesia. Sampai-sampai di
kedalaman air, di kegelapan gua, di tingginya gunung, orang-orang rela menempuh
perjalanan yang sulit untuk mengibarkan sang merah putih. Berdebar rasanya jika
sang merah putih bisa berkibar melalui perjuangan yang sulit.
Di ceritakan
dalam sebuah buku, konon di kerajaan Majapahit ada seorang prajurit pemimpin
pasukan khusus Bhayangkara yang nantinya menjadi mahapatih, dialah Gajah Mada.
Orang yang pada saat lampau sudah memiliki cita-cita untuk mempersatukan
Nusantara, dari batas matahari terbit hingga batas matahari terbenam. Dialah
yang dengan sumpah palapanya, sumpah yang dirasa amat mengerikan bagi
sahabat-sahabatnya karena betapa keras kerja yang harus dilakukan untuk
mewujudkannya, berhasil menjadikan negara Majapahit menjadi negara yang besar.
Bayangkan saja, di waktu lampau yang masih menggunakan perahu kayu dan kuda
sebagai alat transportasi, mimpi seseorang dapat berhasil menyatukan suatu
wilayah yang sangat luas, yang terdiri dari jutaan pulau.
Masihkah kita mempunyai mimpi untuk
negara kita tercinta ini?
Sebuah
mimpi, hanyalah mimpi jika cuman berada di angan-angan, yang nantinya akan
rubuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, banyak orang yang bilang tulislah
mimpimu, tulislah mimpimu, agar kau bisa mengingatnya, atau taruhlah mimpimu
tepat 5 cm di depan kening kamu agar tidak pernah lepas dari pandanganmu.
Semua hal di dunia ini awalnya
berasal dari mimpi, keinginan, angan-angan. Sehingga tercapailah mimpi manusia
bisa terbang, bahkan bisa sampai ke luar angkasa.
Mimpi kita juga akan menentukan
masa depan, bukan hanya masa depan diri kita sendiri, bahkan bisa berpengaruh
ke masa depan orang banyak. Jadi pengaruh mimpi itu sangat besar, bahkan dari
waktu kecil pertanyaan mendasar yang selalu ditanya ke kita adalah “cita-citanya
mau jadi apa?”.
Jadi semuanya memang tergantung
diri kita sendiri, apakah dalam “balapan” ini kita sudah tau finish yang ingin
kita capai, atau masih bingung sehingga tidak tahu jalur mana yang harus
ditempuh? Sadarkah kita waktu terus berjalan, dan pembalap lain sudah
berlomba-lomba menggapai finish mereka.
Masihkah kita menjadi orang yang
pasrah akan masa depan?


Comments
Post a Comment